468x60 Ads

Konstitusi Sebuah Negara Demokrasi

Hak Konstitusional Masyarakat Hilang

JAKARTA – Undang-Undang (UU) Penyelenggara Pemilu yang disahkan DPR 20 September lalu berpotensi merugikan hak konstitusional masyarakat untuk memiliki lembaga penyelenggara pemilu yang independen.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Very Junaedi mengatakan, UU ini telah merenggut hak masyarakat dan warga negara karena anggota partai politik (parpol) bisa masuk sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu),dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Dia menjelaskan, masuknya unsur parpol di lembaga penyelenggara pemilu akan menyeret hajatan demokrasi itu dalam perselisihan politik yang tak jelas ujung pangkalnya. Keputusan dan proses keputusan penyelenggara pemilu yang diisi orang-orang parpol akan mudah dipolitisasi.

“Benar atau salah, independen atau tidak,keputusan penyelenggara tidak akan mudah diterima peserta pemilu. Dengan memutuskan orang parpol boleh masuk ke lembaga penyelenggara pemilu, DPR dan pemerintah telah mendesain kekacauan pemilu dari awal,” ujarnya di Jakarta, kemarin.

Perludem bersama Pusat Reformasi Pemilu (Cetro),Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta, dan Indonesia ParliamentaryCentre(IPC) mendirikan Aliansi Masyarakat Selamatkan Pemilu (Amankan Pemilu).Menurut mereka, tiga pasal dalam revisi UUNo22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu bertentangan dengan konstitusi.

Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 11 huruf i,Pasal 85 huruf i, dan Pasal 108 ayat (4), ayat (5), ayat(6),danayat(11).Ketentuan syarat keanggotaan KPU dan Bawaslu tidak menjadi anggota parpol minimal 5 tahun sebelum mendaftar dihapuskan.

Padahal, Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 telah membatasi keanggotaan penyelenggara pemilu bahwa penyelenggara pemilu harus bersifat mandiri, lepas dari kepentingan parpol dan peserta pemilu.

Kondisi serupa berlaku untuk keanggotaan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Bahkan UU yang baru ini secara tegas memerintahkan memasukkan perwakilan partai dalam DKPP.

Keanggotaan DKPP terdiri atas seorang anggota KPU, satu anggota Bawaslu,satu perwakilan pemerintah, empat unsur masyarakat,dan masingmasing anggota parpol yang duduk di DPR.Adapun unsur masyarakat diajukan oleh pemerintah dan DPR. Dengan demikian, hampir seluruh elemen penyelenggara pemilu tidak lepas dari parpol.

Perludem, Cetro,IPC,KIPP Jakarta,Teten Masduki, Fadjroel Rahman, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Komite Pemilih Indonesia (TePi), dan Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP) segera mengajukan uji materi terhadap tiga pasal bermasalah dalam UU Penyelenggara Pemilu ke Mahkamah Konstitusi.

Direktur Eksekutif Pusat Reformasi Pemilu (Cetro) Hadar Navis Gumay mengatakan uji materi rencananya didaftarkan ke MK pada Senin (10/10). Hingga saat ini pihaknya sudah mendapat dukungan dari 60 dari target 100 individu calon pemilih yang merasa hak konstitusionalnya terganggu.

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary berpendapat, jangankan orang parpol, anggota ormas yang berafiliasi dengan parpol pun seharusnya dilarang mendaftar jadi calon anggota KPU dan Bawaslu.

“Yang kita garis bawahi kan independensi. Kalau unsur parpol dan ormas underbouw parpol masuk KPU,hampir dapat dipastikan akan membawa kepentingan parpol ketika menjadi penyelenggara pemilu,” ungkapnya.

Dia mengaku sejak awal menentang dihapusnya klausul keharusan mundurnya orang parpol minimal lima tahun sebelum mendaftarkan diri sebagai calon anggota KPU dan Bawaslu. Bagi dia, klausul tersebut adalah benteng untuk menjaga independensi penyelenggara pemilu.

“Kalau itu dihapus melanggar Pasal 22 UUD yang mengamanatkan penyelenggaraan pemilu yang mandiri, langsung,umum, bebas, rahasia,”tandasnya. Anggota Komisi II DPR Arif Wibowo mengatakan, uji materi terhadap UU Penyelenggara Pemilu sah-sah saja dilakukan.

Namun, kata dia,MK pasti bisa memahami bahwa independensi penyelenggara tak hanya diukur dari penghapusan waktu lima tahun untuk mundur bagi orang parpol.Terlebih tak ada jaminan juga bahwa orang nonparpol bisa bekerja independen.

“Yang disebut independen itu kan saat menjabat. Bukan dari mana dia, tapi bagaimana kapabilitas dan integritasnya ketika kerja.Selain itu,panitia seleksi calon anggota KPU juga dari pemerintah. Jadi uji materi UU tidak akan mengubah apa-apa karena independensi penyelenggara pemilu sebenarnya tidak diotak-atik,” tegas politikus PDIP ini. ● mn latief/radi saputro/ mohammad sahlan

Di negara demokrasi, setiap orang bebas menyatakan pendapat, dan itu dilindungi oleh konstitusi, apalagi anggota DPR. Pernyataannya tidak harus selalu dimaknai mewakili lembaga tempat dia berafiliasi. Sebagai politisi, dia berhak mewakili dirinya sendiri," ujar Luthfi dalam siaran pers yang diterima Kompas, Rabu (5/10/2011).

Hal itu terlebih jika yang disampaikan berkait fungsi dan tugasnya sebagai anggota Dewan, yang meliputi fungsi anggaran, legislasi, dan pengawasan. Menurut Luthfi, adalah kewajiban kalangan akademisi, LSM, parpol, dan pihak-pihak terkait untuk mencermati, mendalami konsideran, dan latar belakang setiap pernyataan mereka. Jika yang disampaikan tidak relevan, maka hal itu bisa diabaikan.

"Akan tetapi jika hal itu benar dan baik bagi sistem kenegaraan kita, maka bisa ditindaklanjuti dan dirumuskan untuk menjadi kebijakan kolektif," ucapnya. Beberapa hari terakhir, muncul kontroversi mengenai pernyataan anggota Fraksi PKS (F-PKS), Fahri Hamzah, yang mewacanakan pembubaran KPK.

Sementara itu, F-PKS, menurut Luthfi, merasa belum membahasnya. Jika pendapat itu disampaikan dalam rangka pengawasan dan dalam kapasitasnya sebagai Wakil Ketua Komisi III DPR RI, maka hal itu sah-sah saja. "Itu juga tidak harus dihubung-hubungkan dengan sikap F-PKS," kata Luthfi.

DPP PKS akan mengajak Fraksi PKS untuk mendalami wacana tersebut secara obyektif dan tidak emosional. Ini karena PKS saat ini tidak dalam posisi mengkaji secara khusus posisi KPK, di antara institusi penegak hukum lainnya dalam pemberantasan korupsi.

Ke depan, karena banyaknya permasalahan nasional yang belum tuntas, Luthfi menyarankan kepada semua kalangan untuk selalu mendiskusikan bersama secara cermat dan utuh terhadap tema-tema yang dilontarkan para politisi, berikut latar belakang gagasannya.

Luthfi menegaskan, PKS sangat peduli pada pemberantasan korupsi, termasuk penguatan seluruh instansi yang mendapatkan mandat konstitusi untuk menjadi bagian dari perjuangan pemberantasan korupsi. Harus disadari bahwa KPK tidak mungkin menyelesaikan semua kasus korupsi yang ada sendirian.

Oleh karena itu, KPK harus menetapkan skala prioritas berdasarkan kepentingan nasional secara obyektif, bukan berdasarkan kepentingan pihak-pihak yang memiliki akses kuat ke KPK dan atau personelnya.

Banyak kasus besar yang harus dituntaskan KPK, antara lain kasus Bank Century yang telah direkomendasikan lembaga tinggi negara, seperti DPR dan Badan Pemeriksa Keuangan, sebagai kasus yang dinyatakan terdapat indikasi kuat terhadap pelanggaran. Namun, KPK belum juga bergerak. Hal ini tentunya menimbulkan tanda tanya besar.

AMANDEMEN UUD 1945


Memperkuat Peran dan Fungsi.
Guna memperkuat peran dan fungsi sebagai penyambung aspirasi rakyat di daerah, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menargetkan tahun 2011 sebagai focus memperjuangkan amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Lembaga senat pun mulai menggulirkan wacana perubahan kelima konstitusi, yang antara lain bertujuan untuk penguatan DPD.

Ketua DPD Irman Gusman berharap, kelak keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia bisa lebih optimal sesuai teori dan konstruksi politik di Tanah Air sejak Proklamasi 1945.

Menurut dia, ada beberapa hal yang diprioritaskan DPD pada tahun ini. Dan yang utama adalah penyempurnaan UUD 1945. Ini dilakukan dalam rangka mencari konstitusi yang lebih baik.

Dalam amandemen itu juga akan dibahas soal berbagai hal, termasuk dalam sistem ketatanegaraan dan tata pembagian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Seperti diketahui, pada UUD amandemen keempat, proporsi APBN antara pusat dan daerah adalah 70 berbanding 30. "Ini yang coba untuk diubah. Kita punya pemikiran itu, tinggal nanti pembahasan di MPR," kata Irman.

Menurut dia, setelah 12 tahun reformasi, sistem ketatanegaraan masih rancu. Karena itu, DPD menilai perlu dilakukan kembali perubahan UUD 1945.

"Di antaranya, perlu dilakukan sejumlah upaya penguatan konstitusi agar fungsi-fungsi, tugas, dan kewenangan DPD sebagai lembaga perwakilan yang setara dan sederajat dengan DPR dapat dicapai. Upaya mengusulkan perubahan konstitusi dalam rangka menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dan jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi yang mengatur pembagian kekuasaan yang lebih tegas dengan membangun sistem checks and balances," katanya.

Penguatan Otda.
Kondisi tersebut, Irman meyakini, dapat kian memperkuat ikatan daerah dalam wadah NKRI, memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah, meningkatkan agregasi serta akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah dalam perumusan kebijakan nasional. Di samping, kata dia, mendorong percepatan demokrasi, pembangunandan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang.

"Kita mengharapkan adanya sistem yang efektif bersandar pada prinsip checks and balances antara dua lembaga perwakilan dalam melahirkan undang-undang, anggaran dan pengawasan. Jadi dalam hal ini, prinsip checks and balances juga diarahkan pada sesama lembaga legislatif (DPR dan DPD)," kata Irman.

Yang kini terjadi, Irman menuturkan, fungsi dan peran DPD tidak sepenuhnya te-cermin dan terjabarkan secara tepat. Kata dia, tugas dan wewenang DPD sangat terbatas dan mustahil bagi DPD RI dapat mewujudkan maksud dan tujuan pembentukannya. "Untuk itu, kami mengajukan naskah usulan perubahan kelima UUD 1945 pada pertengahan Agustus 2011. Kami berharap, pimpinan MPR dapat menindaklanjuti usul perubahan naskah tersebut sesuai mekanisme konstitusional," ucapnya.

Isu penguatan peran dan fungsi DPD, merupakan satu dari dua isu pokok lainnya yang hendak didorong dalam proses perubahan lanjutan dari konstitusi. Dua isu lainnya, menurut Irman, adalah penguatan sistem presidensial dan penguatan otonomi daerah (otda).

Terkait dengan tiga isu pokok tersebutlah, Irman memandang, wacana usul perubahan kelima konstitusi mutlak memperoleh dukungan dari seluruh partai politik. Dia mengingatkan, setelah 12 tahun reformasi dan dilakukan empat kali Amendemen UUD 1945, fakta justru menunjukkan bahwa kondisiketatanegaraan masih tidak menentu dan terdapat sistem yang rancu antara presidensil dan parlementer.

"Usul perubahan kelima terhadap konstitusi perlu menjadi prioritas lembaga-lembaga negara untuk meluruskan praktik ketatanegaraan yang menyimpang. Kita melaksanakan sistem presidensial, tapi dalam praktiknya menjalankan sistem parlementer," kata Irman.

Sebelumnya, sempat terjadi kegagalan usul perubahan kelima UUD 1945 yang diajukan DPD karena inkonsistensi partai politik. Kini, Irman mengatakan, pihaknya telah mengantisipasi dengan melakukan pendekatan ke semua partai politik. (Adv)

0 komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda ( Mohon untuk tidak mencantumkan sara, pornografi, atau perkataan yang tidak layak ) :

 
SITUS APW © 2011 Theme made with the special support of Maiahost for their cheap WordPress hosting services and free support.